Pages

SIM PENDIDIKAN

Rabu, 11 April 2012

MANAJEMEN KONFLIK

Daftar Isi ………………………..………………………………………...………. 1
BAB I : PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah …………………………………………….. 3
B.       Rumusan Masalah ……...…………..……………………...……..….  4
C.       Tujuan Penulisan …………………………………………....……….  4
D.      Metodologi Penulisan ……………..………………...……...…….…. 4

BAB II. KAJIAN TEORI
A.  Definisi Manejemen Konflik .…………………….…………..………. 5
B.  Ciri-ciri dan Tahapan Konflik …………..…..………………………… 6
C.  Sumber-sumber Konflik ……………………………………………..... 8
D.  Jenis-jenis Konflik ……………………………………………….…… 9
E.   Penyebab-penyebab Konflik ………..………...………………………  10

BAB III. ANALISIS DESKRIPTIF KUALITATIF 
A.  Dampak Terjadinya Konflik ……………………………………….…. 12
a.    Dampak positif ……………………..………………………...……  12
b.    Dampak positif …………………………………………………….. 13
B.  Akibat-akibat Konflik ………………………………………………… 14
C.  Cara Mengelola Manejemen Konflik ………………….…………...…. 14
D.  Metode Menyelesaikan Konflik ……………...…………………..……            16
E.   Strategi Mengatasi Konflik ………….…..……..……………………..  20

BAB IV. PENUTUP
A.  Kesimpulan …………………………………………………………… 25

Daftar Pustaka ……………………………………………………………….……..            26




PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Swt., hanya kepada-Nya kita menyembah dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan dan perlindungan. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw., keluarga, Shahabat, tabi’in, dan tabi’uttabi’in, serta para pengikutnya tsiqah mengikuti jejaknya.
Setelah menela’ah beberapa literatur terkait dengan Manajemen Pendidikan, penulis mencoba mengangkat tema tentang Manajemen Konflik, tema ini kami anggap penting mengingat sangat urgennya sebuah pengambilan keputusan, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan.
Terima kasih kepada Dosen Pembimbing, Dr. Buyung Suratman, M.Pd. atas bimbingannya, semoga Allah memanjangkan usia kita dalam kebaikan.

                                                                                                Jakarta, 08 April 2012


                                                                                                Musliadi













BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
“Konflik bukanlah suatu fenomena yang objektif dan nyata; tetapi, ia ada di benak orang-orang yang terlibat. Hanyalah perwujudannya, seperti sedih, berdebat, atau berkelahi yang terlihat nyata. Karena itu, untuk menangani konflik, seseorang perlu bersikap empati, yaitu, memahami keadaan sebagaimana dilihat oleh para pelaku penting yang terlibat. Unsur yang penting dalam manajemen adalah persusi.”[1]

Pernyataan di atas diungkapkan oleh Leonard Greenhalgh sebagaimana dikutip oleh A. Dale Timpe dalam bukunya Managing People. Konflik pada dasarnya berawal dari hal-hal yang bersifat abstak, tapi kemudian konflik juga dapat berakibat buruk sampai ke tingkat nyata, berupa benturan fisik antara orang-orang yang berkonflik.
Konflik selalu mewarnai kehidupan, dari konflik-konflik yang sangat kecil sampai konflik yang sangat besar. Konflik terjadi akibat perbedaan persepsi, berlainan pendapat dan karena ketidak-samaan kepentingan. Konflik ada yang bisa diselesaikan secara tuntas, ada yang setengah tuntas, ada juga yang berlarut-larut tanpa solusi.
Manajemen konflik adalah proses mengidentifikasi dan menangani konflik secara bijaksana, adil, dan efisien dengan tiga bentuk metode pengelolaan konflik yaitu Stimulsi konflik, Pengurangan/penekanan konflik dan penyelesaian konflik. Pengelolaan konflik membutuhkan keterampilan seperti berkomunikasi yang efektif, pemecahan masalah, dan bernegosiasi dengan fokus pada kepentingan organisasi. Konfik sebenarnya bisa baik (fungsional) yang dapat mendorong meningkatkan produktivitas apabila konflik tersebut dapat dikelola dengan baik. Namun konflik biasanya sebagai sesuatu yang salah (dysfunctional) yang dapat merusak dan menyebabkan produktivitas menurun.



B.  Pembatasan Masalah
Untuk memudahkan dalam penulisan makalah ini, saya menfokuskan pada pembahasan tertentu yang saya rumuskan ke dalam dua pertanyaan berikut ini:
1.      Apa yang dimaksud dengan evaluasi program perpustakaan?
2.      Bagaimana konsep pengelolaan perpustakaan yang ideal?

C.  Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan:
1.      Memahami dengan baik program perpustakaan
2.      Memahami dengan baik konsep pengelolaan perpustakaan yang ideal
3.      Menambah Khazanah keilmuan
4.      Memenuhi tugas Evaluasi Program Pendidikan

D.  Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan makalah ini adalah research library yang saya lakukan dengan menela’ah buku-buku, artikel, dan jurnal yang berkaitan dengan manajemen keuangan pendidikan, setelah itu mencoba melakukan penelitian sederhada di lingkungan sekolah.




BAB II
KAJIAN TEORI

A.  Definisi Konflik
Stephen P. Robbins dalam bukunya perilaku Organisasi (Organizational Behavior) menjelaskan bahwa terdapat banyak definisi konflik. Meskipun makna yang diperoleh definisi itu berbeda-beda, beberapa tema umum mendasari sebagian besar dari definisi tersebut. Konflik harus dirasakan oleh pihak-pihak yang terlibat; apakah konflik itu ada atau tidak ada merupakan persoalan persepsi. Jika tidak ada yang menyedari akan adanya konflik, secara umum lalu disepakati konflik tidak ada. kesamaan lain dari definisi-definisi tersebut adalah pertentangan atau ketidakselarasan dan bentuk-bentuk interaksi. Beberapa faktor ini menjadi kondisi yang merupakan titik awal proses konflik.
Jadi, kita dapat mendefinisikan konflik (conflict) sebagai sebuah proses yang dimulai ketika suatu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Definisi ini mencakup beragam konflik yang orang alami dalam organisasi-ketidakselarasan tujuan, perbedaan interpretasi fakta, ketidaksepahaman yang disebabkan oleh ekspektasi perilaku, dan sebagainya. Selain itu, definisi lain cukup fleksibel untuk mencakup beragam tingkatan konflik-dari tindakan terang-terangan dank eras sampai ke bentuk-bentuk ketidaksepakatan yang tidak terlihat.[2]
Menurut Nardjana (1994) mendefinisikan konflik sebagai akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)
Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah:
“Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another.” Yang kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.
Menurut Stoner konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian. (Wahyudi, 2006:17)
Sementara itu Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai:
1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan (Pickering, 2001).

B.  Ciri-Ciri dan Tahapan Konflik
Menurut Wijono ( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah :
1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut.
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.

Tahapan-Tahapan Perkembangan kearah terjadinya konflik sebagai berikut:
1.      Konflik masih tersembunyi (laten)
Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.
2.      Konflik yang mendahului (antecedent condition)
Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda, perbedaan peran dan sebagainya.
3.      Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) dan konflik yang dapat dirasakan (felt conflict)
Muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.
4.      Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)
Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang ditimbulkannya; individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan berbagai mekanisme pertahanan diri melalui perilaku.
5.      Penyelesaian atau tekanan konflik
Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik, yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah ditekan.
6.      Akibat penyelesaian konflik
Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat maka dapat memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negatif terhadap kedua belah pihak sehingga mempengaruhi produkivitas kerja. (Wijono, 1993, 38-41).



C.  Sumber-Sumber Konflik :
1. Konflik dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
A. Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)
Ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
1)   Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
2)   Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.
3)   Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.
Pendapat lain menyebutkan bahwa sumber konflik yaitu;
1.    Sumber daya yang terbatas
Sumber Daya dapat meliputi uang, persediaan, orang, atau informasi. Seringkali, unit organisasi berada dalam persaingan untuk sumber daya yang terbatas atau menurun. Hal ini menciptakan situasi dimana konflik tidak bisa dihindari.
2.    Yurisdiksi Ambiguitas
Individu mungkin tidak setuju tentang siapa yang memiliki tanggung jawab untuk tugas-tugas dan sumber daya.
3.    Bentrokan Kepribadian
Konflik kepribadian muncul ketika dua orang tidak akur atau tidak melihat hal-hal yang sama. Ketegangan Kepribadian disebabkan oleh perbedaan dalam kepribadian, sikap, nilai, dan keyakinan.
4.    Perbedaan Status dan kekuasaan
Orang-orang mungkin terlibat dalam konflik untuk meningkatkan kekuasaan mereka atau status dalam suatu organisasi
5.    Perbedaan Tujuan
Konflik dapat terjadi karena orang  mencapai tujuan yang berbeda. Konflik tujuan di unit kerja masing-masing adalah bagian alami dari setiap organisasi.
6.    Masalah Komunikasi
Masalah Komunikasi biasanya berasal dari perbedaan gaya berbicara, gaya penulisan, dan gaya komunikasi nonverbal. Perbedaan gaya ini sering mendistorsi proses komunikasi. Komunikasi rusak menyebabkan salah persepsi dan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan terjadinya konflik. Hambatan tambahan untuk komunikasi dapat muncul dari perbedaan lintas jender dan lintas budaya peserta. Perbedaan mendasar tersebut dapat mempengaruhi baik cara-cara di mana para pihak mengekspresikan diri mereka dan bagaimana mereka akan menafsirkan komunikasi yang mereka terima. Distorsi, pada gilirannya, sering mengakibatkan salah membaca dengan pihak yang terlibat.

D.  Jenis-jenis Konflik
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi yaitu :
1.    Konflik di dalam individu,
Konflik ini timbul apabila individu merasa bimbang terhadap pekerjaan mana yang harus dilakukan, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan atau individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2.    Konflik antar individu dalam organisasi yang sama
Konflik ini timbul akibat tekanan yang berhubungan dengan kedudukan atau perbedaan-perbedaan kepribadian.
3.    Konflik antara individu dan kelompok
Konflik ini berhubungan dengan gara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Contoh, seseorang yang dihukum karena melanggar norma-norma kolompok.
4.    Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama
Adanya pertentangan kepentingan antar kelompok .
5.    Konflik antar organisasi
Akibat adanya bentuk persaingan ekonomi dalam sistim perekonomian suatu Negara. Konflik semacam ini sebagi sarana untuk mengembangkan produk baru, teknologi, jasa-jasa, harga yang lebih rendah dan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia secara efisien.
                                 
E.  Penyebab Konflik
Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

A. Faktor Manusia
1.      Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
2.      Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
3.      Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.

B. Faktor Organisasi
1.      Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.
2.      Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.
Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.



3.      Interdependensi tugas.
Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
4.      Perbedaan nilai dan persepsi.
Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior men¬dapat tugas yang ringan dan sederhana.
5.      Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
6.      Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.
7.      Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen.




BAB III
ANALISIS DESKRIPTIF KUALITATIF

Setelah mengidentifikasi masalah konflik, mulai dari definisi; ciri-ciri, tahapan, sebeb-sebab, dan pembagian konflik, berikut ini kami mencoba menganalisis sekaligus memberikan solusi bagaimana mengelola konflik dalam sebuah organisasi.
A.  Dampak Konflik
Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :
1. Dampak Positif Konflik
Menurut Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat seperti:
4.    Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
5.    Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
6.    Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
7.    Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
8.    Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.

2. Dampak Negatif Konflik
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
1.    Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
2.    Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
3. Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
4. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
5.    Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
6.    Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.

B.  Akibat-akibat Konflik
Konflik dapat berakibat negatif maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik tersebut.
Akibat negatif
•           Menghambat komunikasi.
•           Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).
•           Mengganggu kerjasama atau “team work”.
•           Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi.
•           Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
•           Individu atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme.

Akibat Positif dari konflik:
•           Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.
•           Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.
•           Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-baikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
•           Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.
•           Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.

Cara atau Taktik Mengatasi Konflik
Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul.
Diatasi oleh pihak-pihak yang bersengketa:
Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.
Persuasi: Usaha mengubah po-sisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
Tawar-menawar: Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara eksplisit.
Pemecahan masalah terpadu: Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama de¬ngan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.

Penarikan diri:
Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
Pemaksaan dan penekanan: Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah secara terpaksa.
Intervensi (campur tangan) pihak ketiga:
Apabila fihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.

Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
Penengahan (mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.

Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.

C.  METODE-METODE PENGELOLAAN KONFLIK
a.      Metode Stimulasi Konflik
Metode ini digunakan untuk menimbulkan rangsangan karyawan , karena karyawan pasif yang disebabkan oleh situasi dimana konflik terlalu rendah.
Metode stimulasi konflik meliputi
Pemasukan atau penempatan orang luar ke dalam kelompok.
Penyusunan kembali organisasi
Penawaran bonus, pembayaran intensIf dan penghargaan untuk mendorong persaingan
Pemilihan manajer yang tepat
 Perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan




2. Metode Pengurangan Konflik
Metode ini mengurangi permusuhan yang ditimbulkan oleh konflik, dengan mengelola tingkat konflik melalui “ pendinginan suasana” akan tetapi tidak berurusan dengan masalah yang pada awalnya menimbulkan konflik itu.
3. Metode Penyelesaian Konflik
Metode ini dipusatkan pada tindakan para manajer yang dapat secara langsung mempengaruhi pihak-pihak yang bertentangan.
Ada tiga metode penyelesaian yang sering digunakan :
Dominasi dan Penekanan
Metopde ini terjadi melalui cara-cara :
1). Kekerasan yang bersifat penekanan otokratik
2). Penanganan yaitu cara yang lebih diplomatis,
3) penghindaran dimana manajer menghindar untuk mengambil posisi yang tegas,
4). Penentuan melalui suara terbanyak mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok dengan melakukan pemungutan suara melalui prosedur yang adil.
     Kompromi
    Manajer mencari jalan keluar yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang saling berselisih untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Bentuk-bentuk kompromi meliputi :
Pemisahan (separation)
Dimana pihak yang sedang bertentangan dipisahkan sampai mereka menyetujui.
Arbitrasi (perwasitan)
Dimana pihak yang berkonflik  tunduk kepada pihak ketiga,
Kembali ke peraturan yang berlaku
  Penyelesaiaan berpedoman kepada peraturan ( resort to rules) dimana kemacetan dikembalikan pada ketentuan yang tertulis yang  berlaku dan membiarkan peraturan   memutuskan penyelesaiaan konflik.
Penyuapan
Dimana salah satu pihak menerima beberapa kompensasi sebagai imbalan untuk mengakhiri konflik.
Pemecahan Masalah Secara Keseluruhan
     Dengan metode ini konflik antar kelompok diubah menjadi situasi di mana kelompok-kelompok yang sedangt berselisih bersama-sama berusaha mencari penyelesaiaan bagi masakah yang timbul yang dapat diterima semua pihak.
Ada tiga metode untuk menyelesaikan konflik yaitu :
1. Metode Konsensus
Dimana pihak-pihak mengadakan pertemuan untuk mencari pemecahan-pemecahan yang terbaik, bukan mencari kemenangan  bagi masing-masing pihak.
2. Metode Konfrontasi
Dimana pihak-pihak yang saling berhadapan menyatakan pandanganya secara langsung satu sama lain, dengan kepemimpinan yang trampil dan kesediaan semua pihak untuk mendahulukan kepentingan bersama , kerap kali dapat ditemukan penyelesaian yang rasional.
3. Penggunaan Tujuan Yang Lebih Tinggi
Dapat juga menjadi metode penyelesaiaan konflik bila tersebut disetujui bersama.

 Konflik Struktural
Konflik Hirarki
Konflik yang terjadi di berbagai tingkat organisasi. Contoh : konflik antara manajemen puncak dengan manajemen menengah, konflik antara manajer dengan karyawan.
Konflik Fungsional
Konflik yang terjadi antar departemen fungsional organisasi. Contoh : Konflik antar bagian produksi dengan bagian pemasaran, dsb.
Konflik Linistaf
Konflik  yang terjadi antara lini dan staf, karena adanya perbedaan – perbedaan diantara keduanya.
Konflik Formal Informal
Konflik yang terjadi antara organisasi formal dan informal.
Konflik Lini Dan Staf
          Bentuk umum dari konflik organisasi adalah konflik antara anggota lini dan staf. Perbedaan ini memungkinkan para anggota lini dan staf untuk melaksanakan tugas mereka masing-masing secara efektif.
Pandangan Lini :
          Para anggota lini berpendapat bahwa para anggota staf mempunyai empat keluarga :
Staf melampaui wewenangnya
Staf tidak memberikan advice yang sehat
Staf menumpang keberhasilan lini
Staf mempunyai prespektif yang sempit
Pandangan Staf :
Lini tidak mau meminta bantuan staf pada waktu yang tepat
Lini menolak gagasan baru
Memberi wewenang yang terlalu kecil kepada staf
Penanggulangan Konflik Lini dan Staf
Penegasan tentang tanggungjawabnya
Pengintegrasian kegiatan – kegiatan
Mengajarkan lini untuk menggunakan staf
Mendapat pertanggung-jawaban staf atas hasil-hasil.
Menurut Stevenin (2000, pp.134-135), terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:
2.    Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
3.    Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
4.    Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
5.    Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
6.    Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.
Stevenin (1993 : 139-141) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:
1. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaiknya.
2. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.
3. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu merupakan kesempatan yang terbesar.

Menurut Wijono (1993 : 42-125) strategi mengatasi konflik, yaitu:
1.    Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 42-66), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
1) Menciptakan kontak dan membina hubungan
2) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3) Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4) Menentukan tujuan
5) Mencari beberapa alternatif
6) Memilih alternatif
7) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar
2. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:

1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.
Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:
a. Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
b. Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.


2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a.    Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b.    Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c.    Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d.   Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e.    Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.
Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a.    Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b.    Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik

3. Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:

1) Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakan hirarki
struktural (structural hierarchical).

2) Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in Lateral Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.

3) Pendekatan Sistem (System Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem (system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.

4) Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)   
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.




BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Manajemen konflik adalah serangkaian proses untuk mempertemukan kemepentingan dua belah pihak, menetralisir konflik, dan memulihkan pasca konflik. Manajemen konflik harus diawali dengan memetakan konflik, mendengar ketarangan dua belah pihak, mempertemukan kedua belah pihak, dan pengambilan keputusan untuk mengatasi konflik.
Konflik adalah saran untuk menghasilkan perubahan radikal. Konflik merupakan alat yang dengannya manajemen berubah secara drastic struktur kekuasaaan yang ada, pola-pola interaksi yang sedang berjalan, dan sikap yang sudah mengakar.
Kelompok atau organisasi yang tidak mengalami konflik kiranya akan menderita apati, kemandekan, sikap ikut-ikutan arus, dan penyakit-penyakit lainnya yang membuatnya lemah.
Setelah kita mengetahui apa itu konflik dan manajemen konflik dapatlah kita menarik kesimpulan bahwa konflik bukanlah dihindari apalagi untuk di abaikan, akan tetapi konflik hendaklah harus dihadapi atau di kompromikan kepada pihak yang bertingkai.  Konflik dapat diatas jika komunikasi diantara para pihak yng terjadi konflik dapat dipahami dan dicari solusinya.
Hal-hal yang Perlu Diperhati-kan dalam Mengatasi Konflik:
1.    Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
2.    Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.
3.    Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan.
4.    Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.
5.    Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.
6.    Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja.
7.    Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon.
Daftar Pustaka

            Murwani, Santosa. 2008. Pedoman Tesis dan Desertasi, Jakarta: Uhamka Press.
Robbins, Stephen P. 2008. Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat.
            Covey, Stephen R. 2008. The 8th Habit. Jakarta: Gramedia.
            Hikmat, 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
            Timpe, A. Dale. 1991. Memimpin Manusia, Jakarta: Gramedia.
            Wirawan, 2010. Konflik dan Manajemen Konflik, Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Humanika
Wirawan, 2002. Teori Kepemimpinan. Jakarta: Uhamak Press.
            www.pantonaNews.com 
           



[1] A. Dale Timpe. 1991. Memimpin Manusia, Jakarta: Gramedia, hal. 391
[2] Stephen P. Robbins, 2008. Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat, Edisi 12, hal. 173

6 komentar:

  1. terimakasih informasinya ya. saya bisa belajar banya dari blog ini. sangat inspiratif

    BalasHapus
  2. Thanks informasinya..

    ZN
    http://www.trainingauditor.co.id

    BalasHapus
  3. Thanks informasinya..

    ZN
    http://www.trainingauditor.co.id

    BalasHapus
  4. Maaf, referensi teori wijono yang tahun 1993 itu judul bukunya apa ya?

    BalasHapus
  5. Maaf, referensi teori wijono yang tahun 1993 itu judul bukunya apa ya?

    BalasHapus
  6. Dapatkan Penghasilan Tambahan Dengan Bermain Poker Online di www , SmsQQ , com

    Keunggulan dari smsqq adalah
    *Permainan 100% Fair Player vs Player - Terbukti!!!
    *Proses Depo dan WD hanya 1-3 Menit Jika Bank Tidak Gangguan
    *Minimal Deposit Hanya Rp 10.000
    *Bonus Setiap Hari Dibagikan
    *Bonus Turn Over 0,3% + 0,2%
    *Bonus referral 10% + 10%
    *Dilayani Customer Service yang Ramah dan Sopan 24 Jam NONSTOP
    *Berkerja sama dengan 4 bank lokal antara lain : ( BCA-MANDIRI-BNI-BRI )

    Jenis Permainan yang Disediakan ada 8 jenis :
    Poker - BandarQ - DominoQQ - Capsa Susun - AduQ - Sakong - Bandar Poker - Bandar 66

    Untuk Info Lebih Lanjut Dapat menghubungi Kami Di :
    BBM: 2AD05265
    WA: +855968010699
    Skype: smsqqcom@gmail.com


    bosku minat daftar langsung aja bosku^^

    BalasHapus